Tranlasi Mata Uang Asing

on Sabtu, 14 Juni 2014
Alasan Transaksi Mata Uang Asing

Translasi mata uang asing adalah proses pelaporan informasi keuangan dari satu mata uang ke mata uang lainnya.
Translasi mata uang asing dilakukan untuk mempersiapkan laporan keuangan gabungan yang memberikan laporan pada pembaca informasi mengenai operasional perusahaan secara global, dengan memperhitungkan laporan keuangan mata uang asing dari anak perusahaan terhadap mata uang asing induk perusahaan.
Tiga alasan tambahan dilakukannya translasi mata uang asing, yaitu:

A. mencatat transaksi mata uang asing;
B. memperhitungkan efeknya perusahaan terhadap translasi mata uang; dan
C. berkomunikasi dengan peminat saham asing.

LATAR BELAKANG DAN TERMINOLOGI

Transaksi mata uang bisa terjadi langsung di pasar spot, pasar forward, atau pasar swap.
Kurs pasar spot dipengaruhi berbagai faktor, termasuk juga perbedaan tingkat inflasi antar negara, perbedaan pada saham nasional, dan ekspektasi mengenai arah tingkat mata uang selanjutnya. Kurs ini bersifat langsung atau tidak langsung.
Kurs pada pasar forward adalah persetujuan untuk mentranslasikan sejumlah mata uang yang telah ditetapkan untuk masa yang akan datang.  Transaksi pada pasar forward mendapatkan potongan atau premi dari pasar spot, atau sebagai tingkat palsu pasar forward.
Transaksi kurs swap melibatkan pembelian spot dan penjualan forward yang simultan, atau penjualan spot dan pembelian forward mata uang.


Perspektif Transaksi Ganda
Pada perspektif transaksi ganda, penerimaan piutang mempertimbangkan kejadian yang terpisah dari penjualan yang memberikan tambahan pendapatan.

TRANSLASI MATA UANG ASING
Metode Nilai Tukar Tunggal
Metode Nilai Tukar Ganda
Metode Current-Noncurrent
Metode Moneter-Nonmoneter
Metode Kurs Sementara

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN TRANSLASI MATA UANG ASING
Pendekatan akuntansi untuk penyesuaian translasi mata uang asing, yaitu:
1)      Penangguhan
2)      Penangguhan dan Amortisasi
3)      Penangguhan Sebagian
4)      Tidak Ada Penangguhan

PENGEMBANGAN AKUNTANSI TRANSLASI MATA UANG ASING
Beberapa perspektif historis tentang akuntansi translasi mata uang asing di Negara Amerika, sebagai berikut:
1)      Pra-1965
Praktik translasi mata uang asing masih dipandu oleh BAB 12 dari Accounting Research Bulletin No. 43.
2)      1965-1975
Translasi mata uang asing seluruh pembayaran dan penerimaan mata uang asing pada kurs saat ini diperbolehkan setelah Accounting Principles Board Opinion No. 6 dikeluarkan pada tahun 1965.
3)      1975-1981
FASB mengeluarkan FAS No. 8 pada tahun 1975.
4)      1981-Sekarang



Translasi saat Mata Uang Lokal adalah Mata Uang Fungsional
Prosedur kurs saat ini yang digunakan adalah:

1)      Seluruh asset dan kewajiban asing yang ditranslasikan terhadap dolar menggunakan nilai tukar yang berlaku pada tanggal neraca; akun modal ditranslasikan pada kurs historis.
2)      Pendapatan dan beban ditranslasikan menggunakan nilai tukar yang berlaku pada waktu transaksi, walaupun nilai tukar rata-rata tambahan dapat digunakan untuk kelayakan.
3)      Keuntungan dan kerugian dilaporkan dalam komponen ekuitas gabungan pemegang saham yang terpisah. Penyesuaian nilai tukar tersebut tidak dimasukkan ke dalam laporan laba-rugi hingga operasional luar negeri telah terjual atau investasi telah diputuskan tidak bernilai.

Translasi saat Mata Uang Induk Perusahaan adalah Mata Uang Fungsional

1)      Aset dan kewajiban serta nonmoneter bernilai pada harga pasar saat itu ditranslasikan menggunakan nilai tukar yang berlaku pada saat laporan keuangan; item nonmoneter lainnya dan modal ditranslasikan pada kurs historis.
2)      Pendapatan dan beban ditranslasikan menggunakan nilai tukar rata-rata untuk periode kecuali item yang berhubungan dengan item nonmoneter (contoh: biaya penjualan dan beban depresiasi), yang ditranslasikan menggunakan kurs historis.
3)      Keuntungan dan kerugian translasi mata uang asing direfleksikan dalam pendapatan lancar.

FASB mengeluarkan Satetement of Financial Accounting Standards No. 52 pada tahun 1981.



Translasi saat Mata Uang Lokal adalah Mata Uang Fungsional
Prosedur kurs saat ini yang digunakan adalah:
1)      Seluruh asset dan kewajiban asing yang ditranslasikan terhadap dolar menggunakan nilai tukar yang berlaku pada tanggal neraca; akun modal ditranslasikan pada kurs historis.
2)      Pendapatan dan beban ditranslasikan menggunakan nilai tukar yang berlaku pada waktu transaksi, walaupun nilai tukar rata-rata tambahan dapat digunakan untuk kelayakan.
3)      Keuntungan dan kerugian dilaporkan dalam komponen ekuitas gabungan pemegang saham yang terpisah. Penyesuaian nilai tukar tersebut tidak dimasukkan ke dalam laporan laba-rugi hingga operasional luar negeri telah terjual atau investasi telah diputuskan tidak bernilai.

Translasi saat Mata Uang Induk Perusahaan adalah Mata Uang Fungsional
1)      Aset dan kewajiban serta nonmoneter bernilai pada harga pasar saat itu ditranslasikan menggunakan nilai tukar yang berlaku pada saat laporan keuangan; item nonmoneter lainnya dan modal ditranslasikan pada kurs historis.
2)      Pendapatan dan beban ditranslasikan menggunakan nilai tukar rata-rata untuk periode kecuali item yang berhubungan dengan item nonmoneter (contoh: biaya penjualan dan beban depresiasi), yang ditranslasikan menggunakan kurs historis.
3)      Keuntungan dan kerugian translasi mata uang asing direfleksikan dalam pendapatan lancar.

Translasi saat Mata Uang Asing adalah Mata Uang Fungsional
Usaha gabungan asing mungkin akan tetap mencatat pembukuannya dalam satu mata uang asing saat mata uang fungsionalnya adalah mata uang asing lain. Dalam situasi ini, laporan keuangan akan dihitung ulang dari mata uang local ke dalam mata uang fungsional (metode kurs sementara) lalu ditranslasikan ke dalam dolar AS menggunakan metode kurs saat ini.

TRANSLASI MATA UANG ASING DAN INFLASI
Hubungan terbalik antara tingkat inflasi sebuah negara dengan nilai eksternal mata uangnya telah ditunjukkan secara empiris. Sehingga penggunaan kurs saat ini untuk mentranslasikan biaya asset nonmoneter yang bertempat dalam kondisi yang cenderung berinflasi akan menghasilkan padanannya mata uang domestic jauh di bawah nilai aslinya.

Evaluasi dan pemilihan metode translasi mata uang asing. Metode konversi mata uang
Diseluruh dunia setidaknya dikenal 4 jenis metode konversi mata uang, yaitu :

 1. Metode Current/Non current
Metode ini merupakan metode yang paling tua di antara metode konversi mata uang. Dengan metode ini, semua asset dan kewajiban lancer dari cabang-cabang perusahaan dikonversikan dalam mata uang Negara asal dengan kurs saat ini, yaitu kurs pada saat neraca disusun. Sedang asset dan kewajiban yang tidak lancar (noncurrent),seperti biaya depresiasi, dikonversikan pada kurs histories, yaitu kurs pada saat asset diperoleh ataupun pada saat kewajiban terjadi. Oleh karena itu, cabang perusahaan di luar negeri yang memiliki modal kerja yang dinilai positif dalam mata uang local akan meningkatkan resiko rugi (translation loss) akibat devaluasi dengan metode current/non current. Sebaliknya bila modal kerja ternyata negative dinilai dalam mata uang local berarti terdapat keuntungan (translation gain) akibat revaluasi dengan metode tersebut.
Namun demikian, metode ini tidak mempertimbangkan unsur ekonomis. Menggunakan kurs akhir tahun untuk mentranslasikan aktiva lancar secara tidak langsung menunjukkan bahwa kas, piutang, dan persediaan dalam mata uang asing sama-sama menghadapi risiko nilai tukar. Hal ini tentu tidak tepat. Sebaliknya, translasi utang jangka panjang berdasarkan kurs histories mengalihkan pengaruh mata uang yang berfluktuasi kedalam tahun penyelesaian.

2. Metode Monetary/non monetary
Asset moneter (terutama kas, surat-surat berharga, piutang, dan piutang jangka panjang) dan kewajiban moneter (terutama utang lancar dan utang jangka panjang) dikonversi pada kurs saat ini. Sedang pos-pos nonmoneter, seperti stock barang, asset tetap, dan investasi jangka panjang, dikonversi pada kurs histories.
Pos-pos dalam laporan laba/rugi dikonversi pada kurs rata-rata pada periode tersebut, kecuali untuk pos penerimaan dan biaya yang berkaitan dengan asset dan kewajiban non moneter. Biaya depresiasi dan biaya penjualan dikonversi pada kurs yang sama dengan pos dalam neraca. Akibatnya, biaya penjualan bisa saja dikonversi dengan kurs yang berlainan dengan kurs yang digunakan untuk mengkonversi penjualan. Perlu diperhatikan bahwa metode moneter-non moneter bergantung pada klasifikasi skema neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat. Hal ini dapat menghasilkan hasil yang kurang tepat. Metode ini juga akan mendistorsikan marjin laba karena menandingkan penjualan berdasarkan harga dan kurs translasi kini dengan biaya penjualan yang diukur sebesar biaya perolehan dan kurs translasi histories.

3. Metode temporal
Dengan menggunakan metode temporal, translasi mata uang merupakan proses konversi pengukuran atau penyajian ulang nilai tertentu. Metode tidak mengubah atribut suatu pos yang diukur, malainkan hanya mengubah unit pengukuran. Translasi saldo-saldo dalam mata uang asing menyebabkan pengukuran ulang denominasi pos-pos tersebut, tetapi bukan penilaian sesungguhnya.
Metode ini merupakan modifikasi dari metode moneter/non moneter. Perbedaannya, dalam metode moneter/non moneter, persediaan (inventory) selalu dikonversi dengan kurs histories. Sedang dalam metode temporal, persediaan umumnya dikonversi dengan kurs histories, namun bisa saja dikonversi dengan kurs saat ini apabila persediaan tersebut dicatat dalam neraca dengan nilai pasarnya. Secara teoritis, metode temporal lebih menekankan pada evalusai biaya (histories ataukah pasar).
Pos-pos dalam laporan laba/rugi umumnya dikonversi dengan kurs rata-rata pada periode laporan. Sedang biaya penjualan, cicilan utang, dan depresiasi yang berkaitan dengan pos-pos dalam neraca dikonversi dengan kurs histories (harga di masa lalu).

4. Metode Current rate
Metode ini merupakan metode yang paling mudah karena semua pos neraca dan laba/rugi dikonversi dengan kurs saat ini. Metode ini direkomendasi oleh Ikatan Akuntan Inggris, Skotlandia, dan Wales, serta secara luas digunakan oleh perusahaan-perusahaan Inggris. Dengan metode ini, bila asset yang didenominasi dalam valas melebihi kewajiban dalam valas, suatu devalusai akan menghasilkan kerugian. Variasi dari metode ini adalah mengkonversi semua asset dan kewajiban, kecuali asset tetap bersih yang dinyatakan dengan kurs saat ini.

Transaksi dengan mata uang asing
Ciri utama yang istimewa dari sebuah transaksi mata uang asing adalah penyelesainnya dipengaruhi dalam suatu mata uang asing. Jadi, transaksi dalam mata uang asing terjadi pada saat suatu perusahaan membeli atau menjual barang dengan pembayaran yang dilakukan dalam suatu mata uang asing atau ketika perusahaan meminjam atau meminjamkan dalam mata uang asing.
Suatu transaksi mata uang asing dapat berdenominasi dalam satu mata uang, tetapi diukur atau dicatat dalam mata uang yang lain. Untuk memahami mengapa hal ini terjadi, petimbangkanlah pertama-tama istilah mata uang fungsional. Mata uang fungsional sebuah perusahaan diartikan sebagai mata uang lingkungan ekonomi yang utama dimana perusahaan beroperasi dan menghasilkan arus kas. Jika suatu operasi anak perusahaan luar negeri relative berdiri sendiri dan terintegrasi dalam Negara asing (yaitu sutau anak perusahaan yang menghasilkan produk untuk distribusi setempat), umumnya akan menghasilkan dan mengeluarkan uang dalam mata uang local (Negara-negara domisili). Dengan demikian mata uang local (contoh euro untuk anak perusahaandari suatu perusahaan AS yang berada di Belgia) adalah mata uang fungsionalnya.
Untuk menggambarkan perbedaan antara suatu transaksi yang berdenominasi dalam suatu mata uang tetapi diukur dalam mata uang lainnya, misalkan sebuah anak perusahaan AS di Hong Kong membeli persediaan barang dagangan dari Republik Rakyat Cina yang dibayarkan dalam renmimbi. Mata uang fungsional anak perusahaan adalah dollar AS. Dalam kasus ini, anak perusahaan akan mengukur transaksi mata uang asing yang berdenominasi dalam renmimbi ke dalam dollar AS, mata uang yang digunakan dalam catatan bukunya. Dari sudut pandang induk perusahaan, kewajiban anak perusahaan berdenominasi dalam renmimbi, tetapi diukur dalam dollar AS, mata uang fungsionalnya, untuk keperluan konsolidasi

Hubungan translasi mata uang asing dengan inflasi
Penggunaan kurs kini untuk mentranslasikan biaya perolehan aktiva non-moneter yang berlokasi di lingkungan berinflasi pada akhirnya akan menimbulkan nilai ekuivalen dalam mata uang domestik yang jauh lebih rendah dari pada dasar pengukuran awalnya. Pada saat yang bersamaan, laba yang ditranslasikan akan jauh lebih besar sehubungan dengan beban depresisasi yang juga lebih rendah. Hasil translasi seperti itu dengan mudah dapat lebih menyesatkan pembaca ketika memberikan informasi kepada pembaca. Penilaian dolar yang lebih rendah biasanya merendahkan kekuatan laba akutal dari aktiva luar negeri yang didukung oleh inflasi lokal dan rasio pengembalian atas investasi yang terpengaruh inflasi di suatu operasi luar negeri dapat menciptakan harapan yang palsu atas keuntungan masa depan.

FASB menolak penyesuaian inflasi sebelum proses translasi, karena penyesuaian tersebut tidak konsisten dengan kerangka dasar penilaian biaya historis yang digunakan dalam laporan keuangan dasar di AS. Sebagai solusi FAS No 52 mewajibkan penggunaan dolar AS sebagai mata uang fungsional untuk operasi luar negeri yang berdomisili dilingkungan dengan hiperinflasi. Prosedur ini akan mempertahankan nilai konstan ekuivalen dolar aktiva dalam mata uang asing, karena aktiva tersebut akan ditranslasikan menurut kurs historis. Pembebanan kerugian translasi atas aktiva tetap dalam mata uang asing terhadap ekuitas pemegang saham akan menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap rasio keuangan. Masalah translasi mata uang asing tidak dapat dipisahkan dari masalah akuntansi untuk inflasi asing.

Sumber :
Choi, Frederick D. S. dan Gary K. Meek. International Accounting. Buku 1 Edisi 6. 2010: Salemba Empat.


PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN

  1. Full Disclosure adalah pengungkapan yang menyajikan semua informasi yang relevan. Informasi yang diungkapkan adalah informasi minimum yang diwajibkan ditambah dengan informasi lain yang diungkapkan secara sukarela.
Full Disclosure memiliki 2 jenis :

  1. Pengungkapan Wajib (mandatory disclosure)
Merupakan pengungkapan minimum yang harus diungkapkan atau disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku (kewajiban perusahaan). Perusahaan memperoleh manfaat dari menyembunyikan, sementara yang lain dengan mengungkapkan informasi. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan secara sukarela maka pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya.
Pengungkapan wajib yang diwajibkan oleh Bapepam memuat 79 item pengungkapan informasi laporan tahunan.

b.  Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Merupakan pengungkapan yang tidak diwajibkan peraturan, dimana perusahaan bebas memilih jenis informasi yang akan diungkapkan yang sekiranya dapat mendukung dalam pengambilan keputusan. Pengungkapan ini berupa butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan. Item pengungkapan sukarela terdiri dari 33 item informasi yang diungkap.
Dalam membuat indeks kelengkapan dan luas pengungkapan dibutuhkan suatu instrumen yang dapat mencerminkan informasi-informasi yang diinginkan secara detail pada masing-masing item laporan keuangan yang telah ditentukan. Dalam menghitung indeks, penulis menggunakan indeks Wallace yang mengungkapkan perbandingan antara jumlah item yang diungkap dengan jumlah item yang seharusnya diungkap.
Peraturan mengenai dokumen perusahaan yang harus diserahkan kepada  Bapepam diatur dalam Keputusan  Ketua Bapepam No. Kep-40/PM/1997. Peraturan mengenai dokumen-dokumen yang terbuka untuk umum diatur dalam Keputusan Ketua Bapepam No. SE-24/PM/1987 menyatakan bahwa penyusunan laporan keuangan utama harus sesuai dengan Standar Akuntansi Indonesia yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia  (IAI). Peraturan mengenai otoritas kepada IAI untuk memberlakukan regulasi mengenai informasi perusahaan publik di Indonesia melalui Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Peraturan mengenai item-item laporan keuangan minimum yang harus diungkap dalam laporan keuangan diatur secara rinci dalam Standar Akuntansi Keuangan (Na’im:2000).

Full Disclosure dapat membantu mengurangi terjadinya informasi asimetris, namun seringkali dinilai berlebihan. Perusahaan yang menerapkan prinsip Full Disclosure dapat meningkatkan daya saing terhadap perusahaan lain.
Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan dilakukan untuk melindungi hak pemegang saham yang cenderung terabaikan akibat terpisahnya pihak manajemen yang mengelola perusahaan dan pemegang saham yang memiliki modal.
Full Disclosure yang dikehendaki adalah mengungkapkan informasi akntasi dengan benar dan tepat sesuai dengan prinsip syariah, tidak saja pada sisi pertanggungjawaban social tetapi juga pada sisi perlakuan terhadap pos-pos yang ada dalam informasi akuntansi.
Dengan demikian laporan keuangan tidak lagi berorientasikan pada memaksimalkan laba, akan tetapi laporan keuangan yang membawa pesan moral dan menstimulasi perilaku etis, adil terhadap semua pihak dan memiliki keseimbangan laporan keuangan sesuai konsep akuntasi.

  1. Kewajaran paling tepat dijabarkan dalam literatur dan persyaratan-persyaratan akuntansi profesional sebagai pernyataan netralitas dari akuntan dalam pembuatan laporan keuangan. Scott pada tahun 1941, menyatakan: “Aturan, prosedur, dan teknik akuntansi hendaknya wajar, tidak bias dan tidak memihak. Jadi salah satu dalil akuntansi dasar yang mendasari prinsip-prinsip akuntansi dapat dinyatakan sebagai kewajaran-kewajaran bagi seluruh segmen dari masyarakat bisnis (manajemen, tenaga kerja, pemegang saham, kreditor, konsumen, dan publik), ditentukan dan kebiasaan dari semua segmen tersebut sampai pada akhirnya semua prinsip-prinsip akuntansi yang didasarkan atas dalil di atas akan menghsilkan akuntansi keuangan bagi hak-hak dan kepentingan-kepentingan ekonomi yang telah diterbitkan secara resmi menjadi wajar untuk semua segmen.
Menurut sejarahnya, kewajaran atau doktrin kewajaran mengalami evolusi dari penerapan kosep konservatisme. Konsep tersebut berangkat dari perhatian yang berhubungan dengan masalah likuiditas dan pemberian kredit, yang umumnya dikaitkan dengan konservatisme, menuju kearah pemikiran bahwa penyajian laporan keuangan seharusnya wajar bagi semua pengguna.
Kewajaran umumnya dihubungkan dengan pengukuran dan pelaporan informasi melalui cara yang objektif dan netral. Informasi adalah wajar jika informasi tersebut objektif dan netral. Kewajaran akan lebih dapat tercapai dalam akuntansi manajerial atau akuntansi biaya dimana adanya tanda-tanda keberpihakan atau bias dapat mendistorsikan proses pengambilan keputusan yang sangat bergantung pada data akuntansi manajerial. kewajaran menjadi kriteria informasi yang dibutuhkan dalam akuntansi manajerial untuk memastikan integrasi dan akurasi dari pengambilan keputusan.

Doktrin  “Benar  Dan Wajar”

Menurut pemahaman  umum,  pandangan  ini  berati  penyajian  akun-akun,  yang  berdasarkan  prinsi-prinsip  akuntansi  yang  berlaku  umum  dengan  menggunakan  angka-angka  yang  akurat.  Benar  memiliki  artian  bahwa  informasi  akuntasi  yang  dimuat  dalam  laporan  keuangan  telah  dikuantifisir   dan  dikomunikasikan  sedemikian  rupa  sehingga  sesuai  dengan  peristiwa,  aktivitas  dan  transaksi  ekonomi  yang  dimaksudkan  untuk  disajikan  olehnya.  Wajar  berarti  bahwa  informasi  akuntansi   tersebut  telah  diukur  dan  diungkapkan  dengan  cara  yang  objektif  dan  tanpa  prasangka  apa  pun   terhadap  kepentingan  dari  berbagai  bagian  dalam  perusahaan.
Kedua difinisi diatas pada dasarnya menghubungkan ”benar dan wajar” dengan akurat dan bebas dari bias. Akan tetapi usaha yang patut dihargai ini  mengurangi  artian  dari  definisi  profrsional  dan  legal   mengenai  “benar  dan  wajar”  sebagai  salah  satu  istilah  teknis  yang  memiliki  arti  kepatuhan    terhadap  prinsip-prinsip  akuntansi  yang  benar.  Tidak  terdapat  definisi  yang  jelas  mengenai  doktrin   “benar  dan  wajar”  ini,  yang  selanjutnya  mengarah  kepada  munculnya  interprestasi  yang  berbeda  di   antara  para  anggota.
Kewajaran  Dalam  Distribusi

Pada  dasarnya,  kewajaran  dapat  dipandang  sebagai  konsep  moral  dari  keadilan  yang  menjadi subjek  dari  tiga  interpretasi  yang  berada  mengenai  pemikiran  keadilan  distributif.  Oleh  sebab  itu,   hasil  akhirnya  adalah  adanya  kemungkinan  untuk  melihat  dan  membandingkan  konsep  kewajaran  melalui  kerangka  keadilan  disributif.

Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:
  1. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan ditetapkan terhadap peristiwa dan transaksi penting.
  2. Informasi yang disajikan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas.
  3. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
Semakin lengkap informsi yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan (full disclosure) maka pembaca laporan keuangan akan semakin mengerti kinerja keuangan perusahaan.



Tingkat Pengungkapan
Dalam memutuskan informasi apa yang akan dilaporkan, praktik yang umum adalah menyediakan informasi yang mencukupi untuk mempengaruhi penilaian dan keputusan pemakai. Prinsip ini yang sering disebut dengan pengungkapan penuh (full disclosure), mengakui bahwa sifat dan jumlah informasi yang dimasukkan dalam laporan keuangan mencerminkan serangkaian trade off penilaian. Trade off ini terjadi antara (1) kebutuhan untuk mengungkapkan secara cukup terinci hal-hal yang akan mempengaruhi keputusan pemakai, dengan (2) kebutuhan untuk memadatkan penyajian agar informasi dapat dipahami. Disamping itu, penyusunan laporan keuangan juga harus memperhitungkan biaya pembuatan dan penggunaan laporan keuangan (Kieso dan Weygandt, 2002).
Dalam keadaan informasi asimetri yang tinggi, maka pemakai laporan keuangan tidak mempunyai informasi yang cukup untuk mengetahui apakah laporan keuangan, khususnya laba telah dimanipulasi. Teori market microstructure mengatakan bahwa salah satu masalah adverse selection yang dihadapi pengambil keputusan adalah adanya kemungkinan informasi firm-specific yang material tidak diungkapkan ke publik (Yanivi, 2003). Regulator pasar modal dapat mengurangi asimetri informasi ini dengan membuat ketentuan minimal atas pengungkapan yang perlu dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar di bursa saham. Salah satu regulasi tersebut adalah keputusan ketua Badan Pengawas Pasar Modal nomor Kep-06/PM/2000 tentang pedoman penyajian laporan keuangan. Greenstein dan Sami (1994) dalam Yanivi (2003) meneliti dan menemukan bahwa kewajiban dari Securitas Exchange Commite (SEC) mengenai disclosure segmentasi perusahaan publik di pasar saham Amerika Serikat telah menurunkan informasi asimetri yang ditunjukkan dengan mengecilnya bid-ask spread saham perusahaan.
Tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan akan membantu pengguna laporan keuangan untuk memahami isi dan angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Terdapat tiga tingkatan pengungkapan yaitu pengungkapan penuh, pengungkapan wajar, dan pengungkapan cukup. Pengungkapan penuh mengacu pada seluruh informasi yang diberikan oleh perusahaan, baik informasi keuangan maupun informasi non keuangan. Pengungkapan penuh tidak hanya meliputi laporan keuangan tetapi juga mencakup informasi yang diberikan pada management letter, company prospect dan sebagainya. Pengungkapan cukup adalah pengungkapan yang diwajibkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Sementara pengungkapan wajar adalah pengungkapan cukup ditambah dengan informasi lain yang dapat berpengaruh pada kewajaran laporan keuangan seperti contingencies, commitments dan sebagainya.
Imhoff dan Thomas (1994) dalam Yanivi (2003) membuktikan bahwa kualitas rating dari analisis berhubungan positif dengan konservatisme dalam estimasi dan pemilihan metode akuntansi, dan dengan jumlah pengungkapan rinci atas angka-angka yang dilaporkan. Implikasi dari penemuan ini adalah perusahaan yang lebih konservatif dalam membuat estimasi dan memilih metode akuntansi (atau perusahaan dengan tingkat manajemen laba/perataan laba yang rendah) akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak. Jika perusahaan yang memilih pelaporan konservatif melakukan manajemen laba/perataan laba yang rendah. Maka hal ini memperlihatkan hubungan negatif antara perataan laba dengan tingkat pengungkapan.

Kualitas Pengungkapan
Kualitas Pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan dikenal dengan berbagai konsep. Antara lain kecukupan (adequacy) (Buzby, 1975), kelengkapan (comprehensiveness) (Barret, 1976), Informatif (informativeness) (Alford et al., 1993), dan tepat waktu (time lines) (Courtis, 1976; Whittred, 1980). Imhoff (1992) menunjuk pada tingkat kelengkapan sebagai karakteristik kualitas pengungkapan, sementara Singhvi dan Desai (1971) menunjuk pada kelengkapan (completeness), akurasi (Accuracy), dan keandalan (reliability) sebagai karakteristik kualitas pengungkapan. Indikator empiris kualitas ungkapan tersebut berupa indeks pengungkapan (disclosure index) yang merupakan rasio (ratio) antara jumlah elemen (item) informasi yang dipenuhi dengan jumlah elemen yang mungkin dipenuhi. Makin tinggi angka indeks pengungkapan, maka makin tinggi kualitas

Manfaat dan Kendala Penerapan IFRS di Indonesia

Globalisasi telah menjadikan dunia seakan-akan tanpa batas. Akses informasi dari satu negara ke negara yang lainnya dapat dilakukan dalam hitungan menit bahkan detik. Hal ini memungkinkan komunikasi yang intens diantara penduduk dunia (Global Citizen). Salah satu konsekuensi dari interaksi transnasional ini adalah diperlukannya suatu standarnisasi atau aturan umum yang dapat dipakai/dipraktekkan di seluruh dunia.
Akuntansi tidak terlepas dari efek globalisasi. Serangkaian gerakan yang dimulai sejak 1973 telah dilakukan oleh International Accounting Standard Committee (IASC). IASC yang pada tahun 2001 berubah menjadi International Accounting Standard Board (IASB) bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang berkualitas tinggi, dapat dipahami, dan diterapkan secara global diseluruh dunia.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi yang berwenang dalam membuat standar akuntansi di indonesia telah melakukan langkah-langkah penyeragaman standar akuntansi keuangan. Sejak tahun 1994 IAI telah melaksanakan program harmonisasi dan adaptasi standar akuntansi internasional dalam rangka pengembangan standard akuntansinya (SAK [2009]).
Berdasarkan data perbandingan yang dilakukan oleh Osman Ramli Satrio dan Rekan terhadap PSAK per 1 Januari 2007 dan standar akuntansi internasional (IFRS dan US GAAP) diperoleh data bahwa dari 57 PSAK yang ada sebanyak 28 PSAK dikembangkan dari IFRS dan 20 PSAK dikembangkan dari US. GAAP[1] sementara 8 PSAK dikembangkan sendiri oleh IAI. Lebih lanjut 1 PSAK mengenai syariah dikembangkan dari standard akuntansi yang dibuat oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan regulasi lokal yang relevan (Deloitte, 2007).
IAI pada Desember 2008 telah mengumumkan rencana konvergensi standar akuntansi lokalnya yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan International Financial Reporting Standards (IFRSs) yang merupakan produk dari IASB. Rencana pengkonvergensian ini direncanakan akan terealisasi pada tahun 2012.
Manfaat Penggunaan Standar International
Penggunaan standar akuntansi internasional dalam pelaporan keuangan memiliki beberapa manfaat. Pertama, penggunaan standar akuntansi keuangan dapat meningkatkan keakuratan dalam menilai performa perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan. Asbaugh dan Pincus (2001) menyatakan bahwa keakuratan analisis yang dilakukan oleh analis keuangan meningkat setelah perusahaan mengadopsi/menggunakan standard akuntansi internasional (IFRS). Menurut  Asbaugh dan Pincus (2001) meningkatnya keakuratan analisis dari para analis keuangan disebabkan karena standar akuntansi internasional mensyaratkan  pengungkapan kondisi keuangan yang lebih rinci daripada standar akuntansi lokal.
Manfaat kedua dari penggunaan standar akuntansi internasional adalah dimungkinkannya perbandingan antar perusahaan yang berdomisili pada dua tempat yang berbeda (contoh: membandingkan perusahaan yang beroperasi di Indonesia dan yang beroperasi di Australia). Hal ini dimungkinkan karena kesamaan aturan dan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan sehingga memudahkan dilakukan perbandingan informasi-informasi keuangan diantara perusahaan-perusahaan yang bersangkutan.
Dengan semakin banyaknya informasi keuangan yang diungkapkan dalam laporan keuangan dan adanya komparabilitas antara laporan keuangan perusahan satu dengan perusahaan lainnya dapat menyebabkan turunnya biaya modal yang dikeluarkan oleh perusahaan/investor (Li, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa konvergensi PSAK dengan IFRSs dapat membawa manfaat bagi iklim investasi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kemudahaan para investor untuk membandingkan informasi-informasi keuangan dari perusahaan di Indonesia dengan perusahaan di negara lain. Lebih lanjut lagi analisis-analisis yang dilakukan oleh para pakar keuangan terhadap informasi keuangan perusahaan Indonesia dapat lebih akurat sehingga dapat mengurangi keraguan investor akan kekeliruan pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan para analis.
Kendala Penerapan IFRSs di Indonesia
Meskipun penerapan IFRSs dapat memberikan manfaat bagi iklim investasi di Indonesia. Akan tetapi terdapat beberapa kendala yang dapat menghalangi/mempengaruhi penerapan IFRS di Indonesia. Menurut Perera dan Baydoun (2007) ada 4 aspek yang dapat menjadi kendala penerapan IFRS di Indonesia. Lima Aspek Tersebut adalah (1) aspek lingkungan sosial; (2) aspek lingkungan organisasi; (3) Aspek lingkungan Profesi; dan (4) Aspek lingkungan individu.
  1. Aspek Lingkungan Sosial
Indonesia sebagai negara yang memiliki nilai budaya yang berbeda dengan nilai budaya asal IFRSs dapat mempengaruhi proses pelaksanaan penerapan IFRSs di Indonesia. IFRSs yang dikembangkan di negara Anglo-Saxon yang cenderung memiliki nilai budaya indivilualisme yang tinggi dan jarak kekuasaan (power distance) yang rendah dapat terkendala penerapannya di Indonesia yang memiliki nilai budaya berkelompok yang tinggi dan jarak kekuasaan yang juga tinggi. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi tingkat profesionalisme akuntan. Selain itu penegakan aturan (i.e. penerapan IFRS bagi perusahaan-perusaahn di Indonesia) juga diragukan. ini dikarenakan nilai budaya rakyat Indonesia yang cenderung melihat seseorang dengan pangkat lebih tinggi juga memiliki kekuasaan yang lebih tinggi sehingga dapat menjadi sumber penyelewengan.
  1. Aspek Lingkungan organisasi
Perusahaan-perusahaan di Indonesia pada umumnya mendanai kegiatan usaha mereka dengan menggunakan pinjaman dari bank. Pendanaan perusahaan melalui pasar modal saat ini masih cenderung minim.  Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa hanya 442 perusahaan yang terdaftar di BEI sedangkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2009 mengestimasi perusahaan di Indonesia sebanyak 25.077 perusahaan. Keadaan ini dapat menjadi kendala untuk penerapan IFRSs karena kecenderungan pembiayaan perusahaan masih kepada sektor perbankan. Bank normalnya dapat memiliki akses langsung ke informasi keuangan perusahaan sebagai penyedia dana utama. Hal ini mengakibatkan perusahaan belum merasa butuh untuk menerapkan standar keuangan internasional yang telah terkonvergensi dalam PSAK. Dapat diasumsikan bahwa perusahaan menganggap manfaat dari penggunaan IFRS lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan untuk mengadopsi standar tersebut.

Aspek Lingkungan Profesi
Penerapan IFRS di Indonesia seharusnya dibarengi dengan penataan dan penyediaan sumber daya manusia sebagi motor pelaksanaan standard tersebut. Profesi akuntan di Indonesia memiliki 4 kategori keanggotaan :
  1. Register A: anggota dengan gelar akuntan yang juga telah berpraktek selama beberapa tahun atau menjalankan usaha praktek akuntansi pribadi atau kepala dari kantor akuntansi pemerintah;
  2. Register B: akuntan public asing yang telah diterima oleh pemerintah Indonesia dan telah berpraktek untuk beberapa tahun;
  3. Register C: akuntan internal asing yang bekerja di Indonesia;
  4. Register D: akuntan yang baru lulus dari fakultas ekonomi jurusan akuntansi atau memegang sertifikat yang telah dievaluasi oleh komite ahli dan dipertimbangkan setara dengan gelar akuntansi dari universitas negeri. (Yunus, 1990 dalam Perera dan Baydoun, 2007, p.213)
Kebanyakan dari akuntan yang ada di Indonesia adalah akuntan dengan kategori D, sehingga sumber daya manusia untuk melaksanakan standard akuntansi secara memadai masih kurang.
  1. Aspek Lingkungan Individu
Nilai budaya masyarakat Indonesia yang kental dengan kolektivisme dan cenderung memiliki jarak kekuasaan yang tinggi dapat berpengaruh terhadap lemahnya pengembangan dan penerapan IFRSs di Indonesia. Para professional dikuatirkan bersikap pasif terhadap draft-draft eksposur karena menganggap tidak perlu berpartisipasi dalam pembuatan standard (sebagai efek dari tingginya jarak kekuasaan).
Kesimpulan
Penerapan IFRSs di Indonesia merupakan tuntutan jaman yang mengisyaratkan perlunya suatu standar yang dapat dipraktekkan secara global. Pengkonvergensian standar akuntansi Indonesia dengan IFRSs memiliki manfaat bagi iklim investasi di Indonesia dengan tingkat komparabilitas yang lebih tinggi dan pengungkapan informasi keuangan yang lebih besar. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat beberapa kendala yang dapat menghalangi pelaksanaan konvergensi IFRSs di Indonesia.

Daftar Pustaka
Ashbaugh, H., dan M. Pincus. 2001. “Domestic accounting standards, International Accounting Standards, and the predictability of earnings.” Journal of Accounting Research 39: 417-434.
BEI, “Perusahaan Tercatat”http://www.idx.co.id/MainMenu/Education/WhatisBond/tabid/89/language/id-ID/Default.aspx (diakses tgl 16/03/2012)
BPS, “Jumlah Perusahaan menurut Sektor” http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=09&notab=2 (diakses tgl 16/03/2012)
Deloitte, 2007, “IFRS and Indonesian GAAP, a Comparison” http://www.iasplus.com/country/compare.htm diakses: 12 Nov 2010
Ikatan Akuntans Indonesia, 2009, “Standar Akuntansi Keuangan” Salemba Empat, Jakarta.
Li, S., 2008, “Does Mandatory Adoption of International Accounting Standards Reduce the Cost of Equity Capital?” Working Papers, University of Southern California.
Perera, H., dan Baydoun, N., 2007, “ Convergence with International Financial Reporting Standards: The Case of Indonesia.” Advances in International Accounting 20:201-224

[1] US GAAP adalah standar akuntansi keuangan yang digunakan di Amerika Serikat

Perbandingan Antara IFRS dan PSAK

Pendahuluan dan Kerangka Dasar (IAS 1; PSAK 1)

No.
Perbedaan
IFRS
PSAK
Efek Konvergensi
1
Cangkupan pengaturan
Desain IFRS diperuntukan untuk entitas yang bersifat profit oriented dan SME (Small Medium Enterprise). IFRS belum mengatur standar akuntansi untuk perusahaan berbasis syariah.
SAK diperuntukan untuk Entitas yang bersifat profit-oriented, Nirlaba, UKM, dan perusahaan berbasis syariah.
Akan ada penerapan standar yang bersifat setengah-setengah terhadap perusahaan yang berbasis syariah
2
Kerangka Dasar
Menungkinkan penilaian aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud menggunakan nilai wajar. Laporan keuangan disajikan dengan basis true and fair (IFRS Framework par 46)
Sama seperti IFRS, PSAK memberikan alternative penggunaan nilai wajar untuk menilai kembali aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud. Laporan keuangan disajikan dengan basis “fairly stated” (kerangka dasar par 46)

3
Pernyataan kepatuhan akan standar
Entitas harus membuat pernytaan eksplisit tentang kepatuhan akan standar IFRS
Entitas tidak harus membuat pernyataan kepatuhan akan SAK
Harus dibuat pernyataan eksplisit akan kepatuhan pada PSAK di CALK
4
Prinsip Keteapan Waktu (Timeliness)
Tidak diatur secara khusus kapan entitas menyajikan laporan keuangan
Dianjurkan agar entitas menyajikan laporan keuangan paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca
Perlunya penyusuaian aturan terkait dengan kewajiban entitas untuk memenuhi kewajiban perpajakan dalam menyampaikan SPT Tahunan paling lambat tanggal 31 maret untuk WP Orang Pribadi dan 30 April untuk WP Badan
5
Basis Standar
Menganut standar akuntansi berbasis prinsip untuk meningkatkan transparansi, akuntabiliotas, dan keterbantingan laporan keuangan antar entitas secara global.
Menganut standar akuntansi berbasis aturan.

6
Prinsip Konservatif
Tidak lagi mengakui prinsip konservatif, namun diganti dengan prinsip kehati-hatian
Masih mengakui prinsip konservatif



Pengungkapan dan Penyajian Laporan Keuangan ( IAS 1; PSAK 1 REV 1998)
No.
Perbedaan
IFRS
PSAK
Efek Konvergensi
1
Komponen Laporan Keuangan yang Lengkap
Komponen laporan keuangan lengkap terdiri atas:
·         Laporan posisi keuangan (neraca)
·         Laporan laba rugi komprehensif
·         Laporan perubahan ekuitas
·         Catatan atas laporan keuangan
·         Laporan posisi keuangan komparatif awal periode dan penyajian retrospektif terhadap penerapan kebijakan akuntansi
Komponen laporan keuangan lengkap terdiri atas:
·         Neraca
·         Laporan laba rugi
·         Laporan perubahan ekuitas
·         Laporan arus kas
·         Catatan atas laporan keuangan

2
Pengungkapan dalam Laporan Posisi Keuamgan (Neraca)
Berdasarkan ilustrasi IFRS:

Aset:
Aset Tidak Lancar

Aset Lancar
Ekuitas:
Ekuitas yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk

Hak non-pengendali

Liabilitis:
Liabilitis jangka panjang

Liabilitis jangka pendek
Berdasar PSAK:

Aset:
Aset Lancar

Aset tidak Lancar
Liabilitis:
Liabilitis jangka pendek

Liabilitis Jangka panjang

Ekuitas:
Hak non-pengendali

Ekuitas yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk

3
Istilah Minority Interest
Istilah minority interest (hak minoritas) diganti menjadi non controlling interet (hak non pengendali) dan disajikan dalam Laporan perubahan ekuitas.
Menggunakan istilah hak minoritas

4
Pos luar biasa (extraordinary item)
Tidak mengenal istilah pos luar biasa (extraordinary item)
Masih memakai istilah pos luar biasa ( extraordinary item)

5
Penyajian liabilitas jangka panjang yang akan dibiayai kembali
Liabilitas jangka panjang disajikan sebagai disajikan sebagai liabilitas jangka pendek jika akan jatuh tempo dalam 12 bulan meskipun perjanjian pembiayaan kembali sudah selesai setelah periode pelaporan dan sebelum penerbitan laporan keuangan
Tetap disajikan sebagai liabitas jangka panjang


Persedian (IAS 2; PSAK 14 REV 2008)
No.
Perbedaan
IFRS
PSAK
Efek Konvergensi
1
Pengukuran biaya
Pengukuran persedian berdasarkan biaya atau net realizable value (nilai realisasi bersih) mana yang lebih rendah
Sama dengan IFRS persedian harus diukur berdasarkan biaya atau realisasi neto, mana yang lebih rendah

2
Penggunaan Metode LIFO
IFRS melarang penggunaan metode (Last In First Out). Hanya boleh memggunakan metode FIFO atau rata-rata tertimbang
Dalam PSAK No. 14 Rev 1994, penggunaan metode LIFO masih diperbolehkan. Namun dalam revisi tahun 2008 penggunaan metode. LIFO sudah dilarang. Hanya digunakan metode FIFO (First In First Out) rata-rata tertimbang
Diperlukan penyesuaian aturan terhadap pelarang metode LIFO dalam konteks perpajakan.