INDUSTRIALISASI

on Kamis, 31 Maret 2011
Industri adalah bidang matapencaharian yang menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik.

Sejarah
Industri berawal dari pekerjaan tukang atau juru. Sesudah matapencaharian hidup berpindah-pindah sebagai pemetik hasil bumi, pemburu dan nelayan di zaman purba, manusia tinggal menetap, membangun rumah dan mengolah tanah dengan bertani dan berkebun serta beternak. Kebutuhan mereka berkembang misalnya untuk mendapatkan alat pemetik hasil bumi, alat berburu, alat menangkap ikan, alat bertani, berkebun, alat untuk menambang sesuatu, bahkan alat untuk berperang serta alat-alat rumah tangga. Para tukang dan juru timbul sebagai sumber alat-alat dan barang-barang yang diperlukan itu. Dari situ mulailah berkembang kerajinan dan pertukangan yang menghasilkan barang-barang kebutuhan. Untuk menjadi pengrajin dan tukang yang baik diadakan pola pendidikan magang, dan untuk menjaga mutu hasil kerajinan dan pertukangan di Eropa dibentuk berbagai gilda (perhimpunan tukang dan juru sebagai cikal bakal berbagai asosiasi sekarang).
Pertambangan besi dan baja mengalami kemajuan pesat pada abad pertengahan. Selanjutnya pertambangan bahan bakar seperti batubara, minyak bumi dan gas maju pesat pula. Kedua hal itu memacu kemajuan teknologi permesinan, dimulai dengan penemuan mesin uap yang selanjutnya membuka jalan pada pembuatan dan perdagangan barang secara besar-besaran dan massal pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Mulanya timbul pabrik-pabrik tekstil (Lille dan Manchester) dan kereta api, lalu industri baja (Essen) dan galangan kapal, pabrik mobil (Detroit), pabrik alumunium. Dari kebutuhan akan pewarnaan dalam pabrik-pabrik tekstil berkembang industri kimia dan farmasi. Terjadilah Revolusi Industri.
Sejak itu gelombang industrialisasi berupa pendirian pabrik-pabrik produksi barang secara massal, pemanfaatan tenaga buruh, dengan cepat melanda seluruh dunia, berbenturan dengan upaya tradisional di bidang pertanian (agrikultur). Sejak itu timbul berbagai penggolongan ragam industri.

Cabang-cabang industri
Berikut adalah berbagai industri yang ada di Indonesia:
• Makanan dan minuman
• Tembakau
• Tekstil
• Pakaian jadi
• Kulit dan barang dari kulit
• Kayu, barang dari kayu, dan anyaman
• Kertas dan barang dari kertas
• Penerbitan, percetakan, dan reproduksi
• Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir
• Kimia dan barang-barang dari bahan kimia
• Karet dan barang-barang dari plastik
• Barang galian bukan logam
• Logam dasar
• Barang-barang dari logam dan peralatannya
• Mesin dan perlengkapannya
• Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data
• Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya
• Radio, televisi, dan peralatan komunikasi
• Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam
• Kendaraan bermotor
• Alat angkutan lainnya
• Furniture dan industri pengolahan lainnya

Jenis - Jenis industri berdasarkan tempat bahan baku
• Industri ekstraktif
Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar
• Industri nonekstaktif
Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar. Contohnya pertanian , perkebunan , perhutanan , perikanan , peternakan , pertambangan , dan lain lain.
• Industri fasilitatif
Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya. Contohnya asuransi , perbankan , transportasi , ekspedisi , dan lain sebagainya.

Jenis - Jenis Industri berdasarkan jumlah tenaga kerja
• Industri rumah tangga
Industri rumah tangga adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
• Industri kecil
Industri kecil adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.
• Industri sedang atau industri menengah
Industri sedang atau industri menengah adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.
• Industri besar
Industri besar adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih.

Jenis - Jenis Industri berdasarkan produktifitas perorangan

• Industri primer
Industri primer adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah hasil produksi pertanian , peternakan , perkebunan , perikanan , dan sebagainya.
• Industri sekunder
Industri sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali. Contohnya adalah pemintalan benang sutra , komponen elektronik , dan sebagainya.
• Industri tersier
Industri tersier adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa. Contohnya adalah telekomunikasi , transportasi , perawatan kesehatan , dan masih banyak lagi yang lainnya.

Klasifikasi berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986

1. Industri kimia dasar : misalnya industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
2. Industri mesin dan logam dasar : misalnya industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll
3. Industri kecil : industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah, dll
4. Aneka industri : industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.

Jadi,Industrialisasi adalah
system produksi yang muncul dari pengembangan yang mantap,penelitian dan penggunaan pengetahuan ilmiah.Industrialisasi dilandasi oleh pembagian tenaga kerja dan spesialisasi,menggunakan alat-alat bantu mekanik,kimiawi,mesin dan organisasi serta intelektual dalam produksi.
Tujuan utama dari metode pengorganisasian kehidupan ekonomi seperti ini adalah untuk menurunkan ongkos produksi per unit barang atau jasa.

Industrialisasi dalam arti sempitnya,menggambarkan penggunaan secara luas sumber-sumber tenaga non-hayati dalam rangka produksi barang atau jasa.Meskipun definisi ini terasa sangat membatasi,industrialisasi tidak hanya terdapat pada pabrik/manufaktur,tapi bias juga meliputi pertanian karena pertanian tidak lepas dari mekanisasi (pemakain sumber tenaga non-hayati).Demikian pula halnya dengan transportasi dan komunikasi.

Ditinjau dari segi bahan baku/mentah yang dikerjakan manusia untuk memenuhi kebutuhan sarana hidupnya,ada tiga jenis upaya yang telah,sedang dan akan terus dilakukan,yaitu : pertanian,pertambangan dan industri.
Pertanian berusaha memelihara pertumbuhan tanaman atau ternak agar bias dipanen.Sedangkan pertambangan berusaha menggali bahan-bahan mineral (non-hayati) dari dalam bumi.

Meskipun demikian,sering terjadi pengolahan lebih lanjut hasil pertanian atau pertambangan,jadi tidak langsung di konsumsi.Hal ini sudah masuk ke bidang industry,sehingga sangat sulit membedakan secara pasti antara aktifitas pertanian/pertambangan dengan industry.Perbedaan yang cukup jelas ada pada derajat peranan manusia dalam ‘mengubah’ bahan asal (mentah/baku) menjadi basrang jadi.Untuk industri,manusia berperan cukup besar sekitar 90% dari perubahan bahan asal menjadi barang jadi adalah karena kerja manusia.Sedangkan padi diubah oleh proses alamiah sampai masak dan manusia tinggal memanennya.Demikian pula bagaimana minyak bumi diproses dalam tanah selama ratusan tahun,manusia tidak bias ikut ambil bagian.Manusia hanya menggali,memisahkannya dan menggunakannya.Jadi,kategori aktifitas industry mulai berlaku begitu peranan manusia dalam mengubah bahan asal menjadi barang setengah jadi bertambah.

Ketika tambang minyak bumi sudah bicara pemurnian minyak dari unsur-unsur lain,maka pada saat itu ia sudah menjadi industry pertambangan.bahkan penggunaan alat-alat pertambangan bertenaga non-hayati sudah berarti itu kegiatan industry.
Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan

Peran sektor industri dalam pembangunan adalah untuk memberikan nilai tambah faktor-faktor produksi. Pada dasarnya peranan sector industry dalam pembangunan ini dikembangkan menjadi strategi industrialisasi yang meliputi strstegi industry subtitusi impor ( SISI ) atau import subtituion dan strategi industry promosi ekspor ( SIPE ) atau eksport promotion.

SISI dikenal pula dengan istilah strategi orientasi kedalam inward lookin strategy yaitu strategi orientasi yang mengutamakan pengembangan berbagai jenis industry yang menghasilkan barang-barang untuk menggantikan kebutuhan akan barang-barang untuk menggantikan kebutuhan akan barang impor produk-produk sejenis. Sedangkan SIPE atau sering disebut dengan istilah strategi orientasi keluar yang mengutamakan pengembangan berbagai jenis industry yang menghasilkan produk-produk untuk ekspor.

Permasalahan Industrialisasi

Industri manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :
1. Keterbatasan teknologi.
2. Kualitas Sumber daya Manusia.
3. Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta.
4. Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian masih rendah.


Strategi Pembangunan Sektor Industri

Startegi pelaksanaan industrialisasi :
• Strategi substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapat menggantikan produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan.
Pertimbangan menggunakan strategi ini:
- Sumber daya alam & Faktor produksi cukup tersedia
- Potensi permintaan dalam negeri memadai
- Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
- Kesempatan kerja menjadi luas
- Pengurangan ketergantungan impor, shg defisit berkurang’

• Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan bersaing.
Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :

- Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang yang bisa baik pasar input maupun output.
- Tingkat proteksi impor harus rendah.
- Nilai tukar harus realistis.
- Ada insentif untuk peningkatan ekspor.

Referensi:
Wikipedia
elearning.gunadarma.ac.id
http://lisnaaswida.blogspot.com/2011/03/industrialisasi-1.html
http://imadeadyanta.blogspot.com/2011/03/industrialisasi-sektor-industri.html

Sektor Pertanian

on Kamis, 24 Maret 2011
PENDAHULUAN
Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembaAngnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.


PERTANIAN

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.

Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.

Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.

Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial

Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.

Perkembangan sector pertanian di Negara lain di tempuh melalui tiga kemungkinan pola atau jalur yaitu:
• Jalur Kapitalis
• Jalur Sosiliastik
• Jalur Koperasi semi Kapitalistik

Tahap-tahap pembangunan pertanian
• Pertanian tradisional yang produktivitasnya rendah
• Penganekaragaman produk pertanian sudah mulai terjadi dimana produk pertanian sudah ada yang dijual ke sector komersial tetapi masih memakai modal dan teknologi yang rendah.
• Pertanian modern yang produktivitasnya tinggi karena memakai modal dan teknologi yang tinggi pula.



PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN

1. Peranan Sektor Pertanian
Menurut Kuznets, Sektor pertanian di LDC’s mengkontribusikan thd pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk:
a.Kontribusi Produk Penyediaan makanan utk pddk, penyediaan BB untuk industri manufaktur
spt industri: tekstil, barang dari kulit, makanan & minuman
b.Kontribusi Pasar Pembentukan pasar domestik utk barang industri & konsumsi
c.Kontribusi Faktor ProduksiPenurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka
terjadi transfer surplus modal & TK dari sector pertanian ke Sektor lain
d.Kontribusi Devisa Pertanian sbg sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekpspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.

Kontribusi Produk.
Dalam system ekonomi terbuka, besar kontribusi produk sector pertanian bisa lewat pasar dan lewat produksi dg sector non pertanian.
 Dari sisi pasar, Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh produk pertanian dari LN seperti buah, beras & sayuran hingga daging.
 Dari sisi keterkaitan produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami kesulitan bahan baku di dalam negeri, karena BB dijual ke LN dengan harga yg lebih mahal.

Kontribusi Pasar.
Negara agraris merup sumber bagi pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian spt
pengeluaran petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dll) & produk konsumsi (pakaian,
mebel, dll)
Keberhasilan kontribusi pasar dari sector pertanian ke sector non pertanian tergantung:
 Pengaruh keterbukaan ekonomi Membuat pasar sector non pertanian tidak hanya disi dengan produk domestic, tapi juga impor sbg pesaing, shg konsumsi yg tinggi dari petani tdk menjamin pertumbuhan yg tinggi sector non pertanian.
 Jenis teknologi sector pertanian Semakin moderen, maka semakin tinggi demand produk industri non pertanian

Kontribusi Faktor Produksi.
F.P yang dapat dialihkan dari sector pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanian Tenaga kerja dan Modal

Di Indonesia hubungan investasi pertanian & non pertanian harus ditingkatkan agar
ketergantungan Indonesia pada pinjaman LN menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk
merealisasi hal tsb:
 Harus ada surplus produk pertanian agar dapat dijual ke luar sectornya. Market surplus ini harus tetap dijaga & hal ini juga tergantung kepada factor penawaran  Teknologi, infrastruktur & SDM dan factor permintaan  nilai tukar produk pertanian & non pertanian baik di pasar domestic & LN
 Petani harus net savers Pengeluaran konsumsi oleh petani < produksi  Tabungan petani > investasi sektor pertanian

Kontribusi Devisa.
Kontribusinya melalui :
 Secara langsung ekspor produk pertanian & mengurangi impor.
 Secara tidak langsung peningkatan ekspor & pengurangan impor produk
berbasis pertanian spt tekstil, makanan & minuman, dll

Kontradiksi kontribusi produk & kontribusi devias peningkatan ekspor produk pertanian
menyebabkan suplai dalam negari kurang dan disuplai dari produk impor. Peningkatan ekspor
produk pertanian berakibat negative thd pasokan pasar dalam negeri. Untuk menghindari trade
off ini 2 hal yg harus dilakukan:
 Peningkatan kapasitas produksi.
 Peningkatan daya saing produk produk pertanian

Sektor Pertanian di Indonesia

 Selama periode 1995-1997 PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain spt menufaktur meningkat.
 Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian  1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas. Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:  Iklim kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun  Lahan lahan garapan petani semakin kecil  Kualitas SDM rendah  Penggunaan Teknologirendah Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme & pesimisme Negara LDC’s:  Optimis Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tariff & non tariff  Pesimis Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yg berbeda. DC’s mempunyai kekuatan > LDC’s

Perjanjain tsb merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sbg akibat dari rendahnya teknologi & SDM, shg produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.

Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:
 Negara dg pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dlm jk waktu 6 tahun berikutnya
 Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun
 Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.
 Reformasi bidang pertanian dlm perjanjian ini tdk berlaku utk negara miskin

4. Investasi di Sektor Pertanian
Investasi di sector pertanian tergantung :
 Laju pertumbuhan output
 Tingkat daya saing global komoditi pertanian

Investasi:
 Langsung Membeli mesin
 Tdk Langsung Penelitian & Pengembangan

Keterkaitan Pertanian dg Industri Manufaktur

Salah satu penyebab krisis ekonomi kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupu kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dlm memajukan industri manufaktur diawali dg revolusi sector pertanian.

Alasan sector pertanian harus kuat dlm proses industrialisasi:
 Sektor pertanian kuat pangan terjamin tdk ada laparkondisi sospol stabil
 Sudut Permintaan Sektor pertanian kuat pendapatan riil perkapita naik permintaan oleh petani thd produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian
 Sudut Penawaran permintaan produk pertanian sbg bahan baku oleh industri manufaktur.
 Kelebihan output siktor pertanian digunakan sbg sb investasi sektor industri manufaktur spt industri kecil dipedesaan.

Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.

Bidang-bidang yang harus diperhatikan dalam masalah pertanian,yaitu :
• Peran utama Departemen Pertanian dalam membina hubungan kerja sama dengan pemerintah daerah.
• Perlu meningkatkan pendapatan petani melalui diversivikasi lebih lanjut.
• Memperkuat kapasitas regulasi
• Meningkatkan pengeluaran untuk penelitian pertanian
• Mendukung pertumbuhan ICT (teknologi informasi dan komunikasi)
• Menjamin berlangsungnya manajemen irigasi
• Memperbaiki infrastruktur rural


Kesimpulan
Indonesia adalah yang sangat luas sehinnga mata pencaharian sebagian penduduk adalah pada sektor pertanian.Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat pontensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut :
• Ekspansi dari sektor-sektor ekonominya sngat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian,baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan.
• Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan dosmestik bagi produk-produk di sektor-sektor lainnya.
• Sebagai suatu sumber madal untuk investasi di sekto-sektor ekonomi lainnya.
• Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa).



sumber : google dan wikipedia
on Kamis, 17 Maret 2011
PENDAHULUAN
Kemiskian memang bukan hanya menjadi masalah di Negara Indonesia, bahkan Negara maju pun masih sibuk mengentaskan masalah yang satu ini. Kemiskinan memang selayaknya tidak diperdebatkan tetapi diselesaikan. Tidak seperti kesenjangan ekonomi, kesenjangan sosial cukup sulit diukur secara kuantitatif. Jadi, sulit menunjukkan bukti-bukti secara akurat. Namun, tidaklah berarti kesenjangan sosial dapat begitu saja diabaikan dan dianggap tidak eksis dalam perjalanan pembangunan selama ini. Di bagian ini dicoba menunjukkan realitas dan proses merebaknya gejala kesenjangan sosial



Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
• penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
• penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
• penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
• penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
• penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Menhilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
• Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
• Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
• Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.

Menurut Robert Chambers bahwa inti kemiskinan terletak pada kondisi yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Perangkap itu terdiri dari :
1. Kemiskinan itu sendiri
2. Kelemahan fisik
3. Keterasingan atau kadar isolasi
4. Kerentaan
5. Ketidakberdayaan
Semua unsur itu terkait satu sama lain sehingga merupakan perangkap kemiskinan yang benar – benar berbahaya dan mematikan, serta mempersulit rakyat miskin untuk bangkit dari kemiskinannya.

Kemiskinan structural
Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Golongan kaum miskin ini terdiri dari ; (1) Para petani yang tidak memiliki tanah sendiri, (2) Petani yang tanah miliknya begitu kecil sehingga hasilnya tidak cukup untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluargamnya, (3) Kaum buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih (unskilled labourerds), dan (4) Para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah (golongan ekonomi lemah).
Kemiskinan struktural tidak sekedar terwujud dengan kekurangan sandang dan pangan saja, kemiskinan juga meliputi kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya, sosial yang mantap.
Beberapa ciri kemiskinan struktural, menurut Alpian (1980) adalah (1) Tidak ada atau lambannya mobilitas sosial (yang miskin akan tetap hidup dengan kemelaratanya dan yang kaya akan tetap menikmati kemewahannya), (2) mereka terletak dalam kungkungan struktur sosial yang menyebabkan mereka kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidupnya, dan (3) Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju. Pemecahan permasalahan kemiskinan akan bisa dilakukan bilamana struktur sosial yang berlaku itu dirubah secara mendasar.
Soedjatmoko (1984) memberikan contoh kemiskinan structural; (1) Pola stratifikasi (seperti dasar pemilikan dan penguasaan tanah) di desa mengurangi atau merusak pola kerukukan dan ikatan timbal-balik tradisional, (2) Struktur desa nelayan, yang sangat tergantung pada juragan di desanya sebagai pemilik kapal, dan (3) Golongan pengrajin di kota kecil atau pedesaan yang tergantung pada orang kota yang menguasai bahan dan pasarnya. Hal-hal tersebut memiliki implikasi tentang kemiskinan structural : (1) kebijakan ekonomi saja tidak mencukupi dalam usaha mengatasi ketimpangan-ketimpangan struktural, dimensi struktural perlu dihadapi juga terutama di pedesaan; dan (2) perlunya pola organisasi institusi masyarakat pedesan yang disesuaikan dengan keperluannya, sebaga sarana untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan bargaining power, dan perlunya proses Sosial learning yang spesifik dengan kondisi setempat.
Adam Malik (1980) mengemukakan bahwa untuk mencari jalan agar struktur masyarakat Indonesia dapat diubah sedemikian rupa sehingga tidak terdapat lagi di dalamnya kemelaratan structural. Bantuan yang terpenting bagi golongan masyarakat yang menderita kemiskinan struktural adalah bantuan agar mereka kemudian mampu membantu dirinya sendiri. Bagaimanapun kegiatan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan maupun pemerataan tidak dapat mengihilangkan adanya kemiskinan struktural.
Pada hakekatnya perbedaan antara si kaya dengan si miskin tetap akan ada, dalam sistem sosial ekonomi manapun. Yang lebih diperlukan adalah bagaimana lebih memperkecil kesenjangan sehingga lebih mendekati perasaan keadilan sosial. Sudjatmoko (1984) berpendapat bahwa, pembangunan yang semata-mata mengutamakan pertumbuhan ekonomi akan melanggengkan ketimpangan struktural. Pola netes ke bawah memungkinkan berkembangnya perbedaan ekonomi, dan prilaku pola mencari nafkah dari pertanian ke non pertanian, tetapi proses ini akan lamban dan harus diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Kemiskinan tidak dapat diatasi hanya dengan membantu golongan miskin saja, tanpa menghadapi dimensi-dimensi struktural seperti ketergntungan, dan eksploitasi. Permasalahannya adalah dimensi-dimensi struktural manakah yang mempengarhui secara langsung terjadinya kemiskinan, bagaimana ketepatan dimensi untuk kondisi sosial budaya setempat.
Sinaga dan White (1980) menunjukkan aspek-aspek kelembagaan dan struktur agraris dalam kaitannya dengan distribusi pendapatan kemiskinan: (1) penyebaranan teknologi, bahwa bukan teknologi itu sendiri, tetapi struktur kelembagaan dalam masyarakat tenpat teknologi itu masuk yang menentukan bahwa teknologi itu mempunyai dampak negatif atau positif terhadap distribusi pendapatan (2) lembaga perkreditan pedesaan, perkereditan yang menginginkan tercapainya pemerataan pendapatan, maka program perkreditan tersebut justru harus diskriminatif, artinya subsidi justru harus diberikan kepada petani kecil, bukan pemerataan berdasaran pemilikan atau penguasaan lahannya; (3) kelembagaan yang mengatur distribusi penguasaan atas faktor-faktor produksi di pedesaan turut menentukan tingkat pendapatan dari berbagai golongan di masyarakat,karena tidak semata-mata ditentukan oleh kekuatan faktor ekonomi (interaksi antara penawaran dan permintaan) saja: dan (4) Struktur penguasaan atas sumber-sumber produksi bukan tenaga kerja (terutama tanah dan modal) yang lebih merata dapat meningkatkan pendapatan penduduk yang berada dibawahi garis kemiskinan

Kebijakan sosial dan Kesenjangan sosial
Semenjak Orde Baru berkuasa, ada beberapa kebijakan yang diterapkan dalam bidang ekonomi. Salah satu kebijakan adalah memacu pertumbuhan ekonomi dengan mengeluarkan undang-undang Penanaman Modal Asing dengan memberikan persyaratan dan peraturan-peraturan yang lebih ringan dan menarik kepada investor dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya. Kegiatan industri meningkat tajam dan sangat pada GDP mengalami kenaikan dari sekitar 9 persen pada tahun 1970 menjadi sekitar 17 persen pada tahun 1992 (Booth dan McCawley, 1986:82 dan Sjahrir 1993:16). Pertumbuhan ekonomi juga mengalami kenaikan. Pendek kata, selama Orde Baru perekonomian mengalamii kemajuan pesat. Namun, bersamaan dengan itu ketimpangan sosial atau sekelompok kecil masyarakat, terutama mereka yang memiliki akses dengan penguasa politik dan ekonomi, sedangkan sebagian besar yang kurang atau hanya memperoleh sedikit manfaat. Bahkan, ada masyarakat merasa dirugikan dan tidak mendapat manfaat sama sekali. Kesenjangan sosial semakin terasa mengkristal dengan munculnya gejala monopoli. Monopoli dan oligopoly dan memperkecil akses usaha kecil untuk menggambarkan usaha mereka. Menurut Revrisond Baswer (dikutip dalam Bernes (1995:1) hampir seluruh cabang produksi dikuasai oleh perusahaan konglomerat. Perusahaan-perusahaan besar konglomerat menguasai berbagai kegiatan produksi murni dari produksi, eksploitasi hasil hutan, konstruksi, industri otomotif, transpotasi, perhotelan, makanan, perbankan, jasa-jasa keuangan, dan media komunikasi. Diperkirakan 200 konglomerat menguasai 58 persen PDB. Usaha-¬usaha rakyat yang kebanyakan kecil dan tradisional hanya menguasai 8 persen. Kesenjangan sosial ini tidak hanya mengganggu pertumbuhan ekonomi rakyat tetapi menyebabkan ekonomi rakyat mengalami proses marjinalisasi.
Selain kebijakan ekonomi, kebijakan yang diduga turut menstrimulir kesenjangan social adalah kebijakan penataan lahan (tata ruang). Penerapan kebijakan penataan lahan selama ini belum dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Berbagai kekuatan dan kepentingan telah mempengaruhi dalam penerapan. Tarik menarik berbagai kekuatan dan kepentingan telah menimbulkan konflik antara pengusaha besar dan masyarakat. Dalam konflik acapkali kepentingan masyarakat (publik) diabaikan dan cenderung mengutamakan kepentingan sekelompok orang (pengusaha). Penelitian Suhendar (1994) menyimpulkan bahwa: ”Kooptasi tanah-tanah : terutama di pedesaan oleh kekuatan besar ekonomi dan luar komunitas semakin menggejala. Pembangunan sektor ekonomi, seperti pembangunan kawasan industri, pabrik-pabrik, sarana wisata telah menyita banyak lahan penduduk. Demikian pula, instansi-instansi pemerintah memerlukan tanah untuk pembangunan perkantoran, instruktural ekonomi, fasilitas sosial, perumahan, dan lain-lain. Di perkotaan, pemilik modal (konglomerat) bekerja sama dengan birokrasi membeli tanah-tanah penduduk untuk kepentingan pembangunan perumahan mewah, pusat perbelanjaan dan lain-¬lain. Begitu pula di pedesaan pemilik modal menggusur penduduk dan memanfaatkan Iahan untuk kepentingan agroindustri, perumahan mewah, dan lapangan golf. Dalam banyak kasus, banyak tanah negara yang selama ini dikuasai penduduk dengan status tidak jelas di jadikan sasaran dan cara termudah untuk menggusur penduduk”
Dampak dari penerapan kebijakan penatagunaan lahan antara lain adalah terjadinya marjinalisasi dan pemiskinan masyarakat desa yang tanahnya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang dalam banyak hal belum dan kurang dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi rakyat


KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan pembangunan yang diterapkan oleh Pemerintahan Orde Baru bukan hanyak menciptakan kemiskinan dan kesenjangan pada masa itu, melainkan dampak kebijakan tersebut telah menciptakan kemiskinan dalam berbagai bentuk baik budaya kemiskinan maupun kemiskinan struktural hingga pasca runtuhnya orde baru (masa reformasi). Kebijakan pemerintah pada era tersebut pun telah menciptakan kesenjangan sosial, baik kesenjangan antardaerah, antargolongan maupun antarmasyarakat yang hingga kini belum dapat diperbaiki oleh pemerintahan era reformasi.



sumber : wikipedia dan google

Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial

PENDAHULUAN
Kemiskian memang bukan hanya menjadi masalah di Negara Indonesia, bahkan Negara maju pun masih sibuk mengentaskan masalah yang satu ini. Kemiskinan memang selayaknya tidak diperdebatkan tetapi diselesaikan. Tidak seperti kesenjangan ekonomi, kesenjangan sosial cukup sulit diukur secara kuantitatif. Jadi, sulit menunjukkan bukti-bukti secara akurat. Namun, tidaklah berarti kesenjangan sosial dapat begitu saja diabaikan dan dianggap tidak eksis dalam perjalanan pembangunan selama ini. Di bagian ini dicoba menunjukkan realitas dan proses merebaknya gejala kesenjangan sosial





Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
• penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
• penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
• penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
• penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
• penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Menhilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
• Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
• Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
• Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.

Menurut Robert Chambers bahwa inti kemiskinan terletak pada kondisi yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Perangkap itu terdiri dari :
1. Kemiskinan itu sendiri
2. Kelemahan fisik
3. Keterasingan atau kadar isolasi
4. Kerentaan
5. Ketidakberdayaan
Semua unsur itu terkait satu sama lain sehingga merupakan perangkap kemiskinan yang benar – benar berbahaya dan mematikan, serta mempersulit rakyat miskin untuk bangkit dari kemiskinannya.

Kemiskinan structural
Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Golongan kaum miskin ini terdiri dari ; (1) Para petani yang tidak memiliki tanah sendiri, (2) Petani yang tanah miliknya begitu kecil sehingga hasilnya tidak cukup untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluargamnya, (3) Kaum buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih (unskilled labourerds), dan (4) Para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah (golongan ekonomi lemah).
Kemiskinan struktural tidak sekedar terwujud dengan kekurangan sandang dan pangan saja, kemiskinan juga meliputi kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya, sosial yang mantap.
Beberapa ciri kemiskinan struktural, menurut Alpian (1980) adalah (1) Tidak ada atau lambannya mobilitas sosial (yang miskin akan tetap hidup dengan kemelaratanya dan yang kaya akan tetap menikmati kemewahannya), (2) mereka terletak dalam kungkungan struktur sosial yang menyebabkan mereka kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidupnya, dan (3) Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju. Pemecahan permasalahan kemiskinan akan bisa dilakukan bilamana struktur sosial yang berlaku itu dirubah secara mendasar.
Soedjatmoko (1984) memberikan contoh kemiskinan structural; (1) Pola stratifikasi (seperti dasar pemilikan dan penguasaan tanah) di desa mengurangi atau merusak pola kerukukan dan ikatan timbal-balik tradisional, (2) Struktur desa nelayan, yang sangat tergantung pada juragan di desanya sebagai pemilik kapal, dan (3) Golongan pengrajin di kota kecil atau pedesaan yang tergantung pada orang kota yang menguasai bahan dan pasarnya. Hal-hal tersebut memiliki implikasi tentang kemiskinan structural : (1) kebijakan ekonomi saja tidak mencukupi dalam usaha mengatasi ketimpangan-ketimpangan struktural, dimensi struktural perlu dihadapi juga terutama di pedesaan; dan (2) perlunya pola organisasi institusi masyarakat pedesan yang disesuaikan dengan keperluannya, sebaga sarana untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan bargaining power, dan perlunya proses Sosial learning yang spesifik dengan kondisi setempat.
Adam Malik (1980) mengemukakan bahwa untuk mencari jalan agar struktur masyarakat Indonesia dapat diubah sedemikian rupa sehingga tidak terdapat lagi di dalamnya kemelaratan structural. Bantuan yang terpenting bagi golongan masyarakat yang menderita kemiskinan struktural adalah bantuan agar mereka kemudian mampu membantu dirinya sendiri. Bagaimanapun kegiatan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan maupun pemerataan tidak dapat mengihilangkan adanya kemiskinan struktural.
Pada hakekatnya perbedaan antara si kaya dengan si miskin tetap akan ada, dalam sistem sosial ekonomi manapun. Yang lebih diperlukan adalah bagaimana lebih memperkecil kesenjangan sehingga lebih mendekati perasaan keadilan sosial. Sudjatmoko (1984) berpendapat bahwa, pembangunan yang semata-mata mengutamakan pertumbuhan ekonomi akan melanggengkan ketimpangan struktural. Pola netes ke bawah memungkinkan berkembangnya perbedaan ekonomi, dan prilaku pola mencari nafkah dari pertanian ke non pertanian, tetapi proses ini akan lamban dan harus diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Kemiskinan tidak dapat diatasi hanya dengan membantu golongan miskin saja, tanpa menghadapi dimensi-dimensi struktural seperti ketergntungan, dan eksploitasi. Permasalahannya adalah dimensi-dimensi struktural manakah yang mempengarhui secara langsung terjadinya kemiskinan, bagaimana ketepatan dimensi untuk kondisi sosial budaya setempat.
Sinaga dan White (1980) menunjukkan aspek-aspek kelembagaan dan struktur agraris dalam kaitannya dengan distribusi pendapatan kemiskinan: (1) penyebaranan teknologi, bahwa bukan teknologi itu sendiri, tetapi struktur kelembagaan dalam masyarakat tenpat teknologi itu masuk yang menentukan bahwa teknologi itu mempunyai dampak negatif atau positif terhadap distribusi pendapatan (2) lembaga perkreditan pedesaan, perkereditan yang menginginkan tercapainya pemerataan pendapatan, maka program perkreditan tersebut justru harus diskriminatif, artinya subsidi justru harus diberikan kepada petani kecil, bukan pemerataan berdasaran pemilikan atau penguasaan lahannya; (3) kelembagaan yang mengatur distribusi penguasaan atas faktor-faktor produksi di pedesaan turut menentukan tingkat pendapatan dari berbagai golongan di masyarakat,karena tidak semata-mata ditentukan oleh kekuatan faktor ekonomi (interaksi antara penawaran dan permintaan) saja: dan (4) Struktur penguasaan atas sumber-sumber produksi bukan tenaga kerja (terutama tanah dan modal) yang lebih merata dapat meningkatkan pendapatan penduduk yang berada dibawahi garis kemiskinan

Kebijakan sosial dan Kesenjangan sosial
Semenjak Orde Baru berkuasa, ada beberapa kebijakan yang diterapkan dalam bidang ekonomi. Salah satu kebijakan adalah memacu pertumbuhan ekonomi dengan mengeluarkan undang-undang Penanaman Modal Asing dengan memberikan persyaratan dan peraturan-peraturan yang lebih ringan dan menarik kepada investor dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya. Kegiatan industri meningkat tajam dan sangat pada GDP mengalami kenaikan dari sekitar 9 persen pada tahun 1970 menjadi sekitar 17 persen pada tahun 1992 (Booth dan McCawley, 1986:82 dan Sjahrir 1993:16). Pertumbuhan ekonomi juga mengalami kenaikan. Pendek kata, selama Orde Baru perekonomian mengalamii kemajuan pesat. Namun, bersamaan dengan itu ketimpangan sosial atau sekelompok kecil masyarakat, terutama mereka yang memiliki akses dengan penguasa politik dan ekonomi, sedangkan sebagian besar yang kurang atau hanya memperoleh sedikit manfaat. Bahkan, ada masyarakat merasa dirugikan dan tidak mendapat manfaat sama sekali. Kesenjangan sosial semakin terasa mengkristal dengan munculnya gejala monopoli. Monopoli dan oligopoly dan memperkecil akses usaha kecil untuk menggambarkan usaha mereka. Menurut Revrisond Baswer (dikutip dalam Bernes (1995:1) hampir seluruh cabang produksi dikuasai oleh perusahaan konglomerat. Perusahaan-perusahaan besar konglomerat menguasai berbagai kegiatan produksi murni dari produksi, eksploitasi hasil hutan, konstruksi, industri otomotif, transpotasi, perhotelan, makanan, perbankan, jasa-jasa keuangan, dan media komunikasi. Diperkirakan 200 konglomerat menguasai 58 persen PDB. Usaha-¬usaha rakyat yang kebanyakan kecil dan tradisional hanya menguasai 8 persen. Kesenjangan sosial ini tidak hanya mengganggu pertumbuhan ekonomi rakyat tetapi menyebabkan ekonomi rakyat mengalami proses marjinalisasi.
Selain kebijakan ekonomi, kebijakan yang diduga turut menstrimulir kesenjangan social adalah kebijakan penataan lahan (tata ruang). Penerapan kebijakan penataan lahan selama ini belum dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Berbagai kekuatan dan kepentingan telah mempengaruhi dalam penerapan. Tarik menarik berbagai kekuatan dan kepentingan telah menimbulkan konflik antara pengusaha besar dan masyarakat. Dalam konflik acapkali kepentingan masyarakat (publik) diabaikan dan cenderung mengutamakan kepentingan sekelompok orang (pengusaha). Penelitian Suhendar (1994) menyimpulkan bahwa: ”Kooptasi tanah-tanah : terutama di pedesaan oleh kekuatan besar ekonomi dan luar komunitas semakin menggejala. Pembangunan sektor ekonomi, seperti pembangunan kawasan industri, pabrik-pabrik, sarana wisata telah menyita banyak lahan penduduk. Demikian pula, instansi-instansi pemerintah memerlukan tanah untuk pembangunan perkantoran, instruktural ekonomi, fasilitas sosial, perumahan, dan lain-lain. Di perkotaan, pemilik modal (konglomerat) bekerja sama dengan birokrasi membeli tanah-tanah penduduk untuk kepentingan pembangunan perumahan mewah, pusat perbelanjaan dan lain-¬lain. Begitu pula di pedesaan pemilik modal menggusur penduduk dan memanfaatkan Iahan untuk kepentingan agroindustri, perumahan mewah, dan lapangan golf. Dalam banyak kasus, banyak tanah negara yang selama ini dikuasai penduduk dengan status tidak jelas di jadikan sasaran dan cara termudah untuk menggusur penduduk”
Dampak dari penerapan kebijakan penatagunaan lahan antara lain adalah terjadinya marjinalisasi dan pemiskinan masyarakat desa yang tanahnya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang dalam banyak hal belum dan kurang dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi rakyat

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan pembangunan yang diterapkan oleh Pemerintahan Orde Baru bukan hanyak menciptakan kemiskinan dan kesenjangan pada masa itu, melainkan dampak kebijakan tersebut telah menciptakan kemiskinan dalam berbagai bentuk baik budaya kemiskinan maupun kemiskinan struktural hingga pasca runtuhnya orde baru (masa reformasi). Kebijakan pemerintah pada era tersebut pun telah menciptakan kesenjangan sosial, baik kesenjangan antardaerah, antargolongan maupun antarmasyarakat yang hingga kini belum dapat diperbaiki oleh pemerintahan era reformasi.

NERACA PEMBAYARAN DAN PENDAPATAN NASIONAL

on Rabu, 09 Maret 2011
PENDAHULUAN
Tulisan ini membahas tentang Neraca pembayaran dan Pendapatan sosial.Di dalam Neraca pembayaran akan di jelaskan tentang tujuan utama dan komponen-komponen dari Neraca pembayaran.Didalam Pendapatan nasional juga akan dijelaskan ini lebih rinci lagi dengan disertakan cara menghitungnya.
Dengan membaca tulisan ini anda diharapkan dapat mengerti dan menjelaskan mengenai Neraca pembayaran,Pendapatan nasional serta dapat menghitung GDP,GNP,NNP,NNI,PI dan DI.

Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.

1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.

Tujuan utama neraca pembayaran yaitu untuk memberikan informasi kepada pemerintah tentang posisi keuangannya, khususnya yang terkait dengan hasil praktek hubungan ekonomi dengan negara lain. Neraca pembayaran juga dapat membantu dalam pengambilan keputusan bidang moneter, fiskal, perdagangan dan pembayaran internasional

Komponen Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran dibagi kedalam empat komponen sebagai berikut:
a. Neraca perdagangan/Neraca Barang.
Neraca perdagangan yaitu selisih nilai ekspor dan impor barang. Neraca perdagangan termasuk kategori neraca berjalan atau Current Acount. Neraca perdagangan Indonesia umumnya mengalami surplus, artinya nilai ekspor melebihi nilai impor.

b. Neraca Jasa-jasa.
Neraca jasa-jasa yaitu selisih antara ekspor jasa dan impor jasa. Neraca jasa termasuk kategori neraca berjalan atau Current Acount Neraca jasa Indonesia selalu mengalami defisit dan defisitnya lebih besar dari surplus pada neraca perdagangan.

c. Neraca Modal
Neraca modal atau Capital Account merupakan selisih antara aliran modal masuk dan modal keluar. Selama masa krisis ekonomi terlihat neraca modal Indonesia negatif karena banyaknya arus modal jangka pendek ke luar negeri.

d. Neraca Emas
Neraca Emas atau Gold Account adalah transaksi emas ebagai alat bayar atas uang, sedangkan transaksi non monetary gold termasuk ke dalam kategori current account karena diperlukan sebagai barang komoditas biasa.

Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
1. Siklus aliran pendapatan (circular flow) dan interaksi antar pasar.
a. Siklus Aliran Pendapatan (Cirlular Flow)
Model circular flow membagi perekonomian menjadi empat sector :
• Sektor Rumah Tangga (Household Sector)
• Sektor Perusahaan (Firms Sector)
• Sektor Pemerintah (Government Sector)
• Sektor Luar Negeri (Foreign Sector)

b. Tiga Pasar Utama (Three Basic Markets)
Untuk analisis ekonomi makro, pasar-pasar yang begitu banyak dikelompokkan menjadi tiga pasar utama (three basic markets) :
• Pasar Barang Dan Jasa (Goods And Services Market)
• Pasar Tenaga Kerja (Labour Market)
• Pasar Uang Dan Modal (Money And Capital Market)

2. Metode penghitungan pendapatan nasional
Ada tiga cara perhitungan pendapatan nasional, yaitu metode output (output approach), metode pendapatan (income approach), dan metode pengeluaran (exspenditure approach). Masing-masing metode (pendekatan) melihat pendapatan nasional dari sudut pandang yang berbeda, tetapi hasilnya saling melengkapi.

a. Metode Output (Output Approach) Atau Metode Produksi
Menurut metode ini, PDB adalah total output (produksi) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Cara perhitungan dalam praktik adalah dengan membagi-bagi perekonomian menjadi beberapa sektor produksi.

b. Metode Pendapatan (Income Approach)
Metode pendapatan memandang nilai output perekonomian sebagai nilai total balas jasa atas factor produksi yang digunakan dalam proses produksi.

c. Pengeluaran (Exspenditure Approach)
menurut metode pengeluaran, nilai PDB merupakan nilai total pengeluaran dalam perekonomian selama periode tertentu. Menurut metode ini ada beberapa jenis pengeluaran agregat dalam suatu perekonomian :
• Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption)
• Pengeluaran Investasi (Investment Expenditure)
• Konsumsi Pemerintah (Government Consumption)
• Ekspor Neto (Neto Export)

3. Beberapa Pengertian Dasar Tentang Perhitungan Agregatif
tujuan perhitungan output maupun pengeluaran dan ukuran-ukuran agregat lainnya adalah untuk menganalisis dan menentukan kebijakan ekonomi guna memperbaiki atau meningkatkan kemakmuran atau kesejahteraan rakyat. Beberapa pengertian yang harus di pelajari berkaitan dengan hal tersebut adalah :
a. Produk Domestic Bruto (Gross Domestic Products)
b. Produk Nasional Bruto (Gross National Products)
c. Produk Nasional Neto (Net National Products)
d. Pendapatan Nasional (National Income)
e. Pendapatan Personal (Personal Income)
f. Pendapatan Personal Disposable (Disposable Personal Income)

4. PDB harga berlaku dan harga konstan
Nilai PDB suatu periode tertentu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara harga barang yang diproduksi dengan jumlah barang yang di hasilkan. Sebagai contoh : PDB 2007 adalah hasil perkalian antara harga barang tahun 2007 dengan jumlah barang yang di produksi tahun 2007.
Untuk memperoleh PDB harga konstan, kita harus menentukan tahun dasar (based year), yang merupakan tahun dimana perekonomian berada dalam kondisi baik atau stabil. Dan harga barang pada tahun tersebut dapat kita gunakan sebagai harga konstan.



5. Manfaat Dan Keterbatasan Perhitungan PDB

a. Perhitungan PDB Dan Analisa Kemakmuran
Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatu Negara, dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk. Angka tersebut dikenal sebagai angka PDB per kapita.
Biasanya makin tinggi angka PDB perkapita, kemakmuran rakyat di anggap makin tinggi. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) juga menggunakan angka PDB perkapita untuk menyusun kategori tingkat kemakmuran suatu Negara.

b. Perhitungan PDB Dan Masalah Kesejahteraan Social
Perhitungan PDB maupun PDB perkapita juga dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan social suatu masyarakat. Umumnya ukuran tingkat kesejahteraan yang di pakai adalah tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi, kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik.
Masalah mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak di perhatikannya dimensi nonmaterial. Sebab PDB hanya menghitung output yang di anggap memenuhi kebutuhan fisik atau materi yang dapat di ukur dengan nilai uang.






c. PDB Per Kapita Dan Masalah Produktivitas
Sampai batas-batas tertentu, angka PDB perkapita dapat mencerminkan tingkat produktivitas suatu Negara. Untuk memperoleh perbandingan prokditivitas antar Negara, ada beberapa hal yang perlu di pertimbangkan :
• Jumlah dan komposisi penduduk
• Jumlah dan struktur kesempatan kerja
• Faktor-faktor nonekonomi

d. Penghitungan PDB Dan Kegiatan-Kegiatan Ekonomi Tak Tercatat
(Underground Economy)
Angka statistik PDB Indonesia yang di laporkan oleh badan pusat statistik hanya mencatat kegiatan-kegiatan ekonomi formal. Karena itu statistik PDB belum mencerminkan seluruh aktivitas perekonomian suatu Negara.
Di Negara-negara berkembang, keterbatasan kemampuan pencatatan lebih di sebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan ekonomi masih di dominasi oleh kegiatan pertanian dan informal.

KONSEP PENDAPATAN NASIONAL
1. PDB/GDP (Produk Domestik Bruto/Gross Domestik Product)
Produk Domestik Bruto adalah jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu Negara selama satu tahun. Dalam perhitungannya, termasuk juga hasil produksi dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi diwilayah yang bersangkutan

2. PNB/GNP (Produk Nasional Bruto/Gross Nasional Product)
PNB adalah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu Negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk didalamnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat Negara tersebut yang berada di luar negeri.
Rumus
GNP = GDP – Produk netto terhadap luar negeri

3. NNP (Net National Product)
NNP adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam periode tertentu, setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.
Rumus :
NNP = GNP – Penyusutan

4. NNI (Net National Income)
NNI adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima oleh masyarakat setelah dikurangi pajak tidak langsung (indirect tax)
Rumus :
NNI = NNP – Pajak tidak langsung

5. PI (Personal Income)
PI adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima masyarakat yang benar-benar sampai ke tangan masyarakat setelah dikurangi oleh laba ditahan, iuran asuransi, iuran jaminan social, pajak perseorangan dan ditambah dengan transfer payment.
Rumus :
PI = (NNI + transfer payment) – (Laba ditahan + Iuran asuransi + Iuran jaminan social + Pajak perseorangan )

6. DI (Disposible Income)
DI adalah pendapatan yang diterima masyarakat yang sudah siap dibelanjakan oleh penerimanya.
Rumus :
DI = PI – Pajak langsung

kesimpulan
Neraca pembayaran merupakan ringkasan transaksi-transaksi penduduk suatu Negara dengan penduduk Negara lain. Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Tujuan utama neraca pembayaran yaitu untuk memberikan informasi kepada pemerintah tentang posisi keuangannya, khususnya yang terkait dengan hasil praktek hubungan ekonomi dengan negara lain. Neraca pembayaran juga dapat membantu dalam pengambilan keputusan bidang moneter, fiskal, perdagangan dan pembayaran internasional

Pendapatan nasional merupakan jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.


sumber : google dan wikipedia